Raja Ampat—Di bawah permukaan laut yang jernih, 75% spesies terumbu karang dunia hidup berdampingan dengan ribuan ikan dan satwa laut endemik. Namun, keindahan ini kini berada di ambang kehancuran. Tambang nikel telah merambah pulau-pulau kecil di Raja Ampat, mengancam ekosistem yang diakui sebagai Warisan Dunia UNESCO.
Di Pulau Gag, Kawe, Manuran, dan Manyaifun, hutan mangrove telah dibabat, tanah longsor memenuhi laut, dan sedimentasi menutupi lebih dari 40% terumbu karang. Masyarakat adat Kawei, Betew, dan Maya yang selama ini menjaga keseimbangan alam, kini terancam kehilangan tanah leluhur mereka.
“Kami hanya menjadi penonton saat wilayah dan sumber kehidupan kami dihancurkan,” ujar Ronisel Mambrasar, pemuda Papua yang tergabung dalam Aliansi Jaga Alam Raja Ampat.
Aktivis lingkungan dan masyarakat adat telah menggelar aksi protes, menuntut penghentian tambang yang semakin meluas. Greenpeace menemukan bahwa eksploitasi nikel telah membabat lebih dari 500 hektare hutan tropis dan mencemari perairan dengan logam berat.
Pemerintah akhirnya menghentikan sementara operasional PT Gag Nikel dan menurunkan tim inspeksi tambang untuk mengevaluasi izin serta dampak lingkungan. Namun, masyarakat Raja Ampat tahu bahwa waktu terus berjalan, dan jika tambang tidak dihentikan sepenuhnya, surga terakhir di bumi ini bisa lenyap selamanya.
*Naskah ini disusun berdasarkan berbagai sumber terpercaya dengan pengolahan redaksional oleh tim PesonaDunia.Com. Untuk informasi selengkapnya, silakan merujuk pada tautan sumber (Source News) yang disertakan.