Karawang—Di sebuah desa kecil di Jawa Barat, seorang anak laki-laki berusia 7 tahun menatap jalanan dengan penuh harapan. Ibunya pergi untuk membantu memasak di pesta tetangga, tetapi tak pernah kembali.
Pak Emoth bin Maijah, yang saat itu masih kecil, tidak pernah berhenti mencari. Ia mendengar desas-desus bahwa ibunya dijual dan dipekerjakan sebagai kuli kontrak di Medan, Sumatera Utara. Dengan tekad yang tak tergoyahkan, ia menyelinap naik kapal menuju Medan, hanya untuk menemukan dirinya dijual oleh calo kepada tuan Belanda dan dipaksa bekerja di perkebunan Deli.
Namun, Pak Emoth tidak menyerah. Ia melarikan diri kembali ke Karawang, tetapi tak lama kemudian ia dikirim ke Suriname sebagai buruh kontrak. Di sana, ia bekerja di kebun kopi hingga menjadi mandor.
Tahun 1937, pemberontakan buruh mengguncang perkebunan, dan perusahaan Amerika mengambil alih. Pak Emoth menikah dengan seorang gadis Suriname dan memiliki seorang putri, tetapi hatinya tetap terpaut pada pencarian ibunya.
Saat Perang Dunia II pecah, ia bergabung dengan pasukan sekutu, mendapatkan pelatihan militer di Panama, dan dikirim ke Australia. Ia mengembara ke Cairns, Darwin, Maluku, hingga Boven Digul, tetapi tetap tidak menemukan jejak ibunya.
Pada Agustus 1945, saat perang berakhir, ia kembali ke Karawang. Di tengah perjalanan, ia ditangkap oleh tentara Indonesia, tetapi dibebaskan setelah menyerahkan perlengkapan senjata mutakhirnya.
Tahun 1951, ia ikut transmigrasi eks pejuang ke Lampung. Di sanalah akhirnya ia menemukan ibunya, yang telah menetap di Lubuklinggau dan tidak lagi berstatus buruh kontrak.
Perjalanan panjang ini bukan sekadar kisah seorang anak yang mencari ibunya—ini adalah kisah tentang keteguhan hati, keberanian, dan cinta yang tak pernah padam.
*Naskah ini disusun berdasarkan berbagai sumber terpercaya dengan pengolahan redaksional oleh tim PesonaDunia.Com. Untuk informasi selengkapnya, silakan merujuk pada tautan sumber (Source News) yang disertakan.